JENDELA IMAJINASI
HITAM YANG KELAM
Oleh: Torine Rambu Baba Ama
Lelaki separuh baya itu berdiri dan kadang berjalan gontai, sesekali juga ia duduk menggamit jenggotnya yang lebat, yang sudah berbulan-bulan tak dicukurnya, sangat mengganaskan, untuk mencukur jengot saja tak mempunyai kesempatan. Wajahnya kecut,rambut gondrong, tinggi, kurus dan hitam buram warna kulitnya. Nama lelaki itu adalah Beni, ia berumur 23 tahun namun wajahnya menunjukkan seolah-olah ia berumur 40-an. Tua adalah proses kembali pada masa kanak-kanak, kematian adalah bentuk lain dari kelahiran kembali. Beni sepertinya tak mempunyai masa depan yang pasti, ia terlunta-lunta di jalanan, boleh dikatakan ia adalah seorang pengacara, “penganggur banyak acara”. Tubuhnya tidak menunjukkan sedikitpun kalau ia pernah menjadi seorang mahasiswa universitas terkenal di kotanya, yang kerap menjadi keangkuhan seseorang untuk sebutan seorang mahasiswa. Matanya kuyu, dan di bawah kelopak matanya ada bercak hitam yang memperlihatkan letihnya jiwa dan padamnya semangat yang pernah terbakar ketika 4 tahun yang lalu ia ditempah sebagai mahasiswa baru. Lilin kecil bersama tangisannya ketika refleksi pada Mabim fakultas hanyalah sebening peristiwa yang lalu begitu saja, tak berarti, apalagi bermakna. Lilin yang diangkatnya akhirnya padam seiring habisnya lelehan cadas dan ternyata semua itu hanya lambang kemunafikan, kemunafikan hidup yang awalnya semua seperti dapat diatasi dengan indah . Apa boleh dikata semua telah terjadi. Penat, perih, dan luka berkecamuk, waktu terus berlanjut, tak ada persinggahan, tak perlu disesalkan, kita boleh ingin mengukir kembali tapai perjalanan waktu tak dapat dipungkiri, berlalu seperti burung tanpa hinggapan, tak ada keindahan, melewati hari rubuh tanpa ratapan, hanya desahl jiwa yang patah, hati yang tak karuan. Hidup Beni hanyalah seonggok cerita yang tak patut dituturkan.
Beni adalah seorang pemuda yang merantau dari salah satu pulau di kepulauan Flobamora. Kedatangannya di kota karang ini adalah untuk menunjukkan bahwa ia adalah orang yang dibangga-banggakan orang-orang terkasihnya . Ia mempunyai tekat yang kuat untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya sebagai mahasiswa. Tapi detik-detik berlalu, hentakan –hentakan pijaran berlanjut, jiwa Beni kering. Ia merana, semuanya brelalu dengan sia-sia. Ia mengalami goncangan jiwa yang hebat. Orang terdekatnya tak lagi menjadi teman yang baik, semuanya lari dari kehiduapn normalnya
Awalnya Beni adalah seorang yang kuat, pintar, berani dan cerdas. Ia menjadi ketua tingkat di kelasnaya, menjadi kepercayaan dosen-dosenya, penuh vitalitas, agresif dan menjadi teladan bagi teman-temannya. Semua orang senang bergaul dengannya.
Beni mengikuti organisasi di tiga tempat, ia senang menimba pengalaman dan berlatih. Perkuliahan nya juga berlangsung baik, tugas dapat ia kerjakan. Hal ini terus berlanjut selama satu semerter, hingga suatu saat, Beni mengenal seorang yang ia ingin jadikan teman yang dapat mengerti, membantu, dan tepatnya curahan hati. Bunga yang di tanam Beni mekar. Beni telah mempunyai pujaan hati, Sinta namanya.
Beni mempunyai prinsip, ia harus menjalankan dan melewati trisukses hidup, sukses organisasi, sukses studi, dan sukses cinta. Paradigma ini lambat laun tak disadarinya menyeretnya pada kubangan kepahitan.
“ Beni sebentar ada rapat. Kamu harus ikut ya, Undangannya kemarin sudah kami bawa ke kontrakanmu, kira-kira jam 3 petang, tap kamu tak ada”
“Tapi saya ada kuliah, dan saya harus mempresentasikan makalah saya, kemungkinan saya tidak bisa ikut”.
“Kamu harus ikut! Pertemuan ini sangat penting. Minggu depan saja baru kamu ikut kuliah’’
“ Ach! Yem, kamu buat saya bingung saja,. Jujur saya ingin ikut pertemuan. Tapi saya juga tidak bisa tinggalkan kuliah sore ini.”
Jemi terus membujuk Beni dengan berbagai cara, bahkan jurus paling ampuh pun digunakannya, Kemampuan persuasi Jemi memang luar biasa. Ia bisa menyakinkan seseorang untuk melakukan apa yang di kehendakinya, seperti pada pagi ini, ia membuat Beni tak ragu untu mengikuti pertemuan di Naikoten.
“Ben, katanya kamu parte dengan dosen., masa untuk izin sebentar saja tak dapat, apalagi untuk kegiatan yang kamu senangi seperti ini’’
“Ok sebertar saya ikut”
Beni lalu mengambil keputusan untuk mengikuti pertemuan , tapi sore harinya ketika ia bersiap untuk mengikuti pertemuan, telepon genggam Beni berdering. Ia melihat ke layer monitor, , Sinta!!. Dengan cepat diangkatnya,
“Halo sayang, ada apa,? Kangen kow?.
“Ia, sayang, makanya saya telepon. Kita ke Tedis kow? Sekarang. Pokoknya harus, kamu datang ke kostku dan kita sama –sama ke sana.”
“Adu, sayang, hari ini saya ada pertemuan di organisasi, kuliah pun saya tidak ikut, kamu lagi mau ajak saya, lain kali ajah yah”.
“Terserah kamu,. Urus saja organisasimu itu” Telepon dimatikan, Sinta marah. Beni bingung dan kalut. Ia tak tahu harus mengikuti yang mana. Ia tak bisa membagi waktu, bingung. Tidak mengikuti rapat karna ia sangat mencintai Sinta? Melepaskan studi untuk rapat? Perbuatan keliru,mungkin. Tujuan utamanya adalah kuliah.
Beni benar- benar tak tahu apa yabg harus ia buat. Kejadian in terus berlanjut. Beni berada dalam kebimbangan, hingga akhirnya nasibnya kendor. Ia letih, tak lagi menjadi kebanggaan Dosen. PPL dan KKN belum dilaksanakannya. Tugas tak lagi menjadi prioritasnya. Setiap waktunya digunakan untuk mewujudkan program-program yang di rancang dalam organisasi, apalagi setelah ia terpilih menjadi ketua panitia sebuah seminar besar.
Akhirnya tak ada yang dapat dilakukanya dengan sempurna. Semester delapan, pada evaluasi akademis, Beni di DO karena SKS tak cukup dan IPK tak mencapai standar. Penjuangan panjangnya menjadi sia-sia. Harapannya menjadi pupus dimakan kenyataan. Saat yang genting ini, seharusnya Sinta berada disampingnya, memberi kekuatan. Seharusnya? Dan inilah kenyataan. Apa yang didapatnyya tak jauh dari pepatah, “ sudah jatuh ditimpah tangga” Sinta memutuskan hubungan mereka secara sepihak, dengan alasan Beni tak punya waktu buat Sinta, padahal Sinta sangat membutuhkannya. Begitulah perjalanan penjuangan Beni yang kandas. Hitam yang kelam menjadi teman sejati Beni, seorang yang tangguh dalam berpikir.
The end.
Salam kreasi
* * *
Sabtu, 13 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar