Selasa, 09 Maret 2010

PEMOTONGAN HEWAN DAN BELIS DI SUMBA TENGAH DIBATASI ( suatu tinjauan ekonomi dan kebebasan)

PEMOTONGAN HEWAN DAN BELIS DI SUMBA TENGAH DIBATASI
( suatu tinjauan ekonomi dan kebebasan)


Sumba adalah suatu pulau yang berada di kepulauan Indonesia Timur, Nusa Tenggara Timur. Daerah ini merupakan suatu daerah penghasil ternak seperti kuda, kerbau, sapi, babi, kambing dan anjing.keadaan tersebut terjadi karena wilayah atau keaadaan geografis pulau Sumba yang memungkinkan berkembang biaknya ternak-ternak tersebut. Pulau Sumba sering dijuluki padang savanna, yakni padang rumput yang membentang dari dari satu titik ke titik yang satu, dan membentang luas. Di belahan timur padang rumput luas di bawah kaki bukit-bukit yang jauh., di bagian tengah dan bagian barat pun tidah kalah akan savanna yang menedukan jiwa. Yah Taufik Ismael tidak salah ketika dalam syairnya ia mengatakan “ rinduku pada Sumba adalah rindu padang –padang terbuka.rinduku pada sumba adalah rindu seribu ekor kuda yang terun menggemuruh di kaki bukit yang jauh” . tapi masih pantaskah kita berbangga akan syair tersebut. Seperti itukah Sumba saat ini.

Oleh karena keaadaan alam yang memunculkan adanya ternak liar dan ternak piaraan yang banyak, secara sadar dan tidak sadar turun temurun dan menjadi kebiasaan serta menjadi kebudayaan masyarakat Sumba. Ternak-ternak selain sebagai sarana yang membantu pekerja untuk bekerja di sawah dan ladang menjadi alat kebudayaan masyarakat Sumba ,dari upacara adat, pesta syukuran, pengembalian nama baik, peminangan , upacara kematian dan masih banyak lagi kegiatan masyarkan yang menggunakan ternak. Dalam acara-acara tersebut, yang mempunyai hubungan kekerabatan dari kampong lain harus dating dengan membawa ternak dengan memukul gong, babi di pikul seperti raja, kerbau diberi hiasan pada mukanya, diminyaki. Memang sunggu dasyat, setiap upacara dimulai harus dilakukan pemotongan hewandan jumlah itu tak sedikit.ketika seorang laki-laki ingin mempunyai pasangan hidup ia pun harus berjuang bersama keluarganya merelakan puluhan ternaknya bahkan mencapai ratusan. Dan dari pihak perempuan harus membalas dengan memberikan babi dan kain srung kepada pihak laki-laki.
Ketika seseorang meningal apalagi yang mempunyai status lebih, “ marimba” ia disemanyamkan selama seminggu bahkan ada yang lebihberapa bnyak heawan yang menjadi tumbal . dan tidak hanya terhenti saat itu ketika acara pemakaman pun di halaman rumah adapt tempat orang mati disemayamkan puluhan hewan harus dikorbankan untuk orang –orang yang juga dating membawa hewan. Ina adalah sebagai betuk penghormatan terakhir pada yang meninggal.
Yah keadaan ini masih terus berlanjut sampai saat ini, di saat kehidupan manusia semakin banyak, kebutuhan masyarakat semakin meningkat, biaya pendidikan, krisis melanda, saat ternak semakin berkurang kapaistasnya. Masyarakat masih bebas untuk melakukan adapt ini.nseringkali karena keaadaan memaksa karena bapa mantu meninggal tak pelak seorang berhutang hanya untuk “kedde”. Mengadaikan gaji di bank. Tapi ketika anak-anak membutukan pertolongan biaya, masih dipikir untuk menjual kerbau atau kuda, karena masih berpikir tentang harkat di mata masyarakat tentang ada tidaknya heawan. karena belis juga, seorang laki-laki kadang membuat ia depresi, dan ini, berkaitan dengan orang luar takut meminang perempuan Sumba.


Menyikapi hal ini bupati Sumba Tengah dan beberapa unsure masyarakat, kabag hukum , melihat peristiwa ini sebagi peristiwa yang memiskinkan dan membuat masyarakat tidak berkembang. Memang diakui untuk menghilangkan secarah utuh adapt tersebut sangat sulit karena mereka juga adalah masyarakat , tokoh adapt, bahkan yang dituakan di Soli oli miila peda oli djara. Sumba tengah sebagi kabupaten baru di pulau Sumba memaknai ini.
Melihat hal ini bupati Sumba Tengah Umbu Sapi Pateduk (Umbu Bintang) melalui panitia perkumpulan tua-tua adat dan etnis Sumba Tengah mengadakan musyawarah pada tanggal 4 februari 2010 dan membahas PERDA NO 2 tahun 2009 dihadiri oleh beberapa elemen penting termasuk prof Frans Umbu Data rektor Universitas Nusa Cendana Kupang sebagai tokoh pendidikan, dalam PERDA NO 2 tahun 2009 membahas tentang pemotongan hewan dan belis orang sumba dalam perda ini ditetapkan pemotongan hewan pada acara terakhir maksimal 3 ekor besar dan kecil. Dan belis maksimal dua puluh ekor. Artinya boleh kurang dari 3 ekor dan 20 ekor dan tidak boleh lebih. Dan siapa yang melanggar akan di kenai sanksi dan denda. Asudah dilaksanakan selama bulan Februari, Maret dan akan di tetapkan selama-lamanya.
Saya sebagai mahasiswa melihat hal ini benar adanya dan sya sangat setuju bila perlu cukup satu ekor dan belis cukup lima ekor. Walaupun secara sistematik masih banyak yang tidak setuju.
Dengan adanya PERDA NO 2 tahun 2009 ini mungkin kebebasan masyakat akan keinginan nya dipacung oleh aturan yang berbelit, tapi sya lebih berpendapat bahwa dengan perda ini manusia merasa tidak dibebani oleh kebebasan yang memiskinkan. Sudah saatnya kita berpikiran ke depan , karena hidup kita tidak hanya berusan dengan adapt. Adapt hanya salah satu unsure yang menyatakan keberadaan kita di dunia. Saya yakin jika PERDA NO 2 tahun 2009 ini dilaksankan dengan baik, kehidupan masyarkan akan berubah, mungkin tidak seutuhnya, tapi pelan pelan kita aakan berpikir tentang kesuksesan demi tana tuwu watu lihi.
Semoga PERDA NO 2 tahun 2009 ini jadi kebudayaan kita hari ini dan selanjutnya. Biarlah tanah sumba mekar dengan kuda yang turun menggemuruh di kaki bukit yang jauh. Aku ingin ringkikan itu teru di saksiakan secara nyata oleh anak cucu kita. Tidak hanya menjadi cerita.
TORINE RAMBU BABA AMA _ PUTRI ANAKALANG

Tidak ada komentar: