Kamis, 25 Maret 2010

Nama : Torine Rambu Baba Ama
NIM : 0601010066
Mata Kuliah : pengkajian bahasa daerah NTT
1. Deskripsi sebuah masalah
Pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah secarah terus menerus dilakukan oleh pemerintah bkerja sama dengn pusat pengembangan bahasa. Mahasiswa jurusan bahas juga terus melakukan penelitian tentang bahsa itu sendiri. Pembinaan dan dan pengembangan bahasa daerah tidak saja bertujuan untuk menjaga kelestarian bahas daerah tapi juga bermanfaat untuk pembinaan , pengembangan dan pembakuan bahasa Indonesia. Pengembangan dan pembinaan bahasa nasional toidak terlepas dari pengembangan bahsa daerah, karena mempunyai hubungan timbale balik.
Bahasa Sumba dialek Anakalang adalah salah satu bahsa daerah di Indonesia yang berkembang di daerah Anakalang. Bahasa Sumba dialek Anakalangdituturkan oleh masyarakat sebagai alat komonikasi , media satra lisan dalam upacara adapt seperti upacara perkawinan, kematian, perta raya dan lain-lain.
Seperti bahasa bahasa daerah lainnya yang mengalami proses morfologis, Bahasa Sumba dialek Anakalang juga mengalami proses morfologis. Seperti afiksasi contoh dalam bahasa Indonesia, makan +an = makanan dalam Bahasa Sumba dialek Anakalang juga terdapat peristiwa bahasa seperti ini misalnya pa+ kedu = pakedu ;yapa+ya=yapaya ; pa+midar+ya= pamidarya dari kata dasar kedu, yapa dan midar. Kedu = curi, pakedu = curian, yapa = tangkap yapaya= menangkap, midar = rata= pamidarya= meratakan. Menurut Verhar 2000 bahwa proses morfologis terdapat dalam semua bahasa di dunia. Afiksasi adalah proses morfologis yang mengubah leksem menjadi kata kompleks. Proses morfologis dengan penggabungan kata mengacu terbentuknya kata kompleks yang dapat direalisasikan dalam tuturan. Yang menjadi bentuk terjadinya afiksasi yakni afiks yang merupakan bentuk terikat yang bila ditambahkan pada bentuk lain akan mengubah makna gramatikal (Kridalaksana 2002:2).
Syarat-syarat kata untuk dapat menjadi afiksasi, antara lain: Kata itu harus dapat ditempatkan pada bentuk-bentuk lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru.



2. Gejalah yang muncul.
Gejala yang muncul bahasa dalam Bahasa Sumba dialek Anakalang juga terdapat proses perubahasan kata dasar yang mempunyai awalan, akhiran , dan gabungan afiks.
3. Asumsi
Asumsi saya bahwa dalam Bahasa Sumba dialek Anakalang juga terdapat [roses morfologis yaitu afiksasi

4. Kerangka Masalah

Berdasarkan asumsi dan gejalah di atas maka kerangkah masalah penelitian sebagai berikut:
a. Afiks-afiks apa sajakah yang terdapat dalam bahasa Sumba dialek Anakalang
b. Bagaimanakah fungsi afiks bahasa Sumba dialek Anakalang?
c. Bagaimanakah makna gramatikal afiks bahasa Sumba dialek Anakalang?

5. Tawaran Judul
Afiksasi Bahasa Sumba Dialek Anakalang


Jumad, 27 maret 2010
Nama : Torine Rambu Baba Ama
NIM : 0601010066
Mata Kuliah : pengkajian bahasa daerah NTT
1. Deskripsi sebuah masalah
Pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah secarah terus menerus dilakukan oleh pemerintah bkerja sama dengn pusat pengembangan bahasa. Mahasiswa jurusan bahas juga terus melakukan penelitian tentang bahsa itu sendiri. Pembinaan dan dan pengembangan bahasa daerah tidak saja bertujuan untuk menjaga kelestarian bahas daerah tapi juga bermanfaat untuk pembinaan , pengembangan dan pembakuan bahasa Indonesia. Pengembangan dan pembinaan bahasa nasional toidak terlepas dari pengembangan bahsa daerah, karena mempunyai hubungan timbale balik.
Bahasa Sumba dialek Anakalang adalah salah satu bahsa daerah di Indonesia yang berkembang di daerah Anakalang. Bahasa Sumba dialek Anakalangdituturkan oleh masyarakat sebagai alat komonikasi , media satra lisan dalam upacara adapt seperti upacara perkawinan, kematian, perta raya dan lain-lain.
Seperti bahasa bahasa daerah lainnya yang mengalami proses morfologis, Bahasa Sumba dialek Anakalang juga mengalami proses morfologis. Seperti afiksasi contoh dalam bahasa Indonesia, makan +an = makanan dalam Bahasa Sumba dialek Anakalang juga terdapat peristiwa bahasa seperti ini misalnya pa+ kedu = pakedu ;yapa+ya=yapaya ; pa+midar+ya= pamidarya dari kata dasar kedu, yapa dan midar. Kedu = curi, pakedu = curian, yapa = tangkap yapaya= menangkap, midar = rata= pamidarya= meratakan. Menurut Verhar 2000 bahwa proses morfologis terdapat dalam semua bahasa di dunia. Afiksasi adalah proses morfologis yang mengubah leksem menjadi kata kompleks. Proses morfologis dengan penggabungan kata mengacu terbentuknya kata kompleks yang dapat direalisasikan dalam tuturan. Yang menjadi bentuk terjadinya afiksasi yakni afiks yang merupakan bentuk terikat yang bila ditambahkan pada bentuk lain akan mengubah makna gramatikal (Kridalaksana 2002:2).
Syarat-syarat kata untuk dapat menjadi afiksasi, antara lain: Kata itu harus dapat ditempatkan pada bentuk-bentuk lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru.



2. Gejalah yang muncul.
Gejala yang muncul bahasa dalam Bahasa Sumba dialek Anakalang juga terdapat proses perubahasan kata dasar yang mempunyai awalan, akhiran , dan gabungan afiks.
3. Asumsi
Asumsi saya bahwa dalam Bahasa Sumba dialek Anakalang juga terdapat [roses morfologis yaitu afiksasi

4. Kerangka Masalah

Berdasarkan asumsi dan gejalah di atas maka kerangkah masalah penelitian sebagai berikut:
a. Afiks-afiks apa sajakah yang terdapat dalam bahasa Sumba dialek Anakalang
b. Bagaimanakah fungsi afiks bahasa Sumba dialek Anakalang?
c. Bagaimanakah makna gramatikal afiks bahasa Sumba dialek Anakalang?

5. Tawaran Judul
Afiksasi Bahasa Sumba Dialek Anakalang


Jumad, 27 maret 2010

Senin, 22 Maret 2010

afiksasi bahasa sumba dialek anakalang

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terdiri atas beragam etnis dan setiap etnis mempunyai kebudayaan masing-masing termasuk bahasanya. Setiap bahasa mempunyai tiga sistem yaitu sistem fonologi yang berbicara tentang sistem bunyi , sistem morfologi yang berbicara tentang struktur kata dan sistem sintaksis yang berbicara tentang stuktur kalimat. Oleh karena bahasa memiliki sistem sendiri maka analisis stuktur bahasa pada hakikatnya merupakan sesuatu hal yang penting untuk menemukan kebenaran struktur kebahasaan menurut sistem bahasa itu sendiri.
Bahasa adalah rekaman budaya penutur yang patut dilestarikan. Sebagai bahasa nasional bahasa Indonesia merupakan lambang kebangsaan dan lambang identitas. Bahasa Indonesia harus mampu mencerminkan nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan itu. Demikian pun bahasa daerah, harus bisa menunjukkan nilai sosial budaya. Hal ini akan terjadi jika penutur bahasa daerah mampu menjaga eksistensi bahasa daerahnya.
Nusa Tenggara Timur adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki banyak pulau dengan bahasa daerahnya masing masing seperti pulau Timor dengan bahasa Dawan, Tetun , dan lain-lain pualau Sumba dengan bahasa Sumba.
Menurut Putu Putra (2009) dalam WWW. Umbud Uin-Malang. Bahwa Di Pulau Sumba hanya terdapat satu bahasa, yakni bahasa Sumba dengan beberapa dialek berdasarkan segmentasi dialektal. Putu menerangkan keanekaragaman dialek dan subdialek berdasarkan penelusuran bentuk turunan dari bentuk asalnya. Perbedaan bentuk linguistik yang diperoleh dengan menggunakan 936 glos meliputi: 727 glos yang berian-beriannya berbeda secara leksikal; 173 glos yang berian-beriannya berbeda secara fonologis; 21 glos yang berian-beriannya berbeda secara morfologis, dan 15 glos yang berian-beriannya tidak berbeda. Di dalam 727 glos yang beriannya berbeda secara leksikal terdapat glos-glos yang menunjukkan perbedaan secara fonologis dan morfologis, tetapi tetap dimasukkan dalam berian-berian yang berbeda secara leksikal karena satu atau lebih beriannya itu berbeda secara leksikal dan hasil pendeskripsian variasi Bahasa Sumba menunjukkan bahwa terdapat bunyi vokal dan bunyi konsonan yang bervariasi teratur dan bervariasi sporadis beserta daerah sebarannya di 20 titik pengamatan. Penerapan metode pengelompokan bahasa, yaitu penggunaan berkas isoglos, penghitungan dialektometri (leksikal dan fonologis), penghitungan gabungan dialektometri leksikal dan fonologis, serta penghitungan permutasi. Temuan tersebut menghasilkan temuan pengelompokan dialek dan subdialek BS di Pulau Sumba. Hasil temuan itu menunjukkan bahwa di Pulau Sumba terdapat satu bahasa dengan lima dialeknya, yakni (1) dialek Mauralewa-Kambera, (2) dialek Wano Tana /Anakalang (Wanokaka dan Katiku Tana / Anakalang ), (3) dialek Waijewa-Louli, (4) dialek Kodi, dan (5) dialek Lamboya. Nama-nama dialek itu berkaitan dengan nama kelompok masyarakat yang membentuk kerajaan-kerajaan di masa lalu, baik pada masyarakat Sumba Timur maupun Sumba Barat.
Bahasa Sumba dialek Anakalang potensial dengan masalah afiksasi, atau yang sering kita katakan proses pengimbuhan. Proses pengimbuhan atau afiksasi menyangkut dengan bentuk, fungsi dan makna. Oleh karena bahasa Anakalang potensial dengan afiks maka penulis tertarik untuk meneliti afiksasi bahasa Sumba dialek Anakalang, yang mana penutur bahasa Sumba dialek Anakalang hanya mengetahui bahasa Sumba dialek Anakalang dan menggunakannya tetapi jarang mengetahui bahwa bahasa Sumba dialek Anakalang potensial dengan proses pengimbuhan. Penutur bahasa Sumba dialek Anakalang hanya tahu berbicara bahasa Sumba dialek Anakalang tanpa mengetahui bentuk dasar kata yang dibicarakan atau perluasan dari bentuk dasar itu apa. Penulis tertarik dengan masalah ini, dan penulis memilih judul Afiksasi Bahasa Sumba Dialek Anakalang, karena masalah afiksasi sangat potensial dalam bahasa Sumba dialek Anakalang.
Dalam bahasa Indonesia memiliki berbagai macam jenis afiks, demikian juga dalam bahasa Anakalang dialek Anakalang juga memiliki berbagai macam jenis afiks antara lain:
1. Prefiks yaitu afiks yang diletakkan di depan bentuk dasar, Prefiks bahasa Anakalang yaitu : Ka,- Da?,- Ma,- Na,-pa,-
Contoh :
pamati: ’membunuh’,dari kata dasar mati yang berarti ’mati’ atau ’meninggal’.
BSDA : Namabokul pamatineya na ana rara
Transliberasi :Orang tua(laki-laki) bunuh ana bayi
Terjemahan :Orang tua membunuh seorang bayi
2. Sufiks yaitu afiks yang diletakkan di belakang bentuk dasar, Sufiks bahasa Anakalang yaitu : -ng,-de?,-ha,-da’,-ya,-me.
Contoh ;
Panaung : ’nasihat’,dari kata dasar panau yang berarti ’memberikan nasihat’.

BSDA : Ranguya nalokamu bana panau, abi lebadiya napanaungna lokamu ta keri loku
Transliberasi: Dengarkan pamanmu ketika memberikan nasihat, jangan membuang nasihat pamanmu di kali yang keruh
Terjemahan : Dengarkan nasihat pamanmu, jangan biarkan nasihat pamanmu menjadi sia-sia.
3. Konfiks yaitu afiks yang terdiri dari dua unsur yaitu satu di depan bentuk dasar dan satunya lagi di belakang bentuk dasar, Konfiks bahasa Anakalang yaitu : Pa,-ng Pa,-ha Ma,-ha Ma,-ya Pa,-de?’
Contoh :
Painungha : ’minuman’, dari kata dasar inung yang berarti ’minum’.
BSDA : Jeka beyaha bami tauha da painung daku lali pemajaka atu, dapa pedangamiki lakeda
Transliberasi :Entah dimana kalian menaru minuman –minuman ,saya tidak terlalu tahu itu, saya tidak mengerti anak-anak.
Terjemahan : dimana kallian menyimpan minuman itu, saya tidak tahu dan saya tidak mengerti perilaku kalian anak-anak.
Jabaran data bahasa Sumba dialek Anakalang yang merupakan jenis afiks bahasa Sumba dialek Anakalang di atas memperlihatkan adanya bentuk , fungsi dan makna afiks bahasa Anakalang, sehingga memperkuat keinginan peneliti untuk mengangkat masalah afiksasi bahasa Sumba dialek Anakalang.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah penelitian sebagai berikut:
a. Afiks-afiks apa sajakah yang terdapat dalam bahasa Sumba dialek Anakalang
b. Bagaimanakah fungsi afiks bahasa Sumba dialek Anakalang?
c. Bagaimanakah makna gramatikal afiks bahasa Sumba dialek Anakalang?

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mendeskripsikan jenis-jenis afiks bahasa Sumba dialek Anakalang.
b. Mendeskripsikan fungsi afiks bahasa Sumba dialek Anakalang.
c. Mendeskripsikan makna gramatikal afiks bahasa Sumba dialek Anakalang.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoretis
Hasil penilitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu linguistik khususnya linguistik mikro dan telaah morfologi.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Memperluas wawasan penulis tentang afiksasi, dan kajian morfologi.
b. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat terlebih masyarakat penutur bahasa Sumba dialek Anakalang
c. Melestarikan bahasa Sumba dialek Anakalang sebagai aset kebudayaan.
d. Sebagai bahan referensi bagi para peneliti yang ingin meneliti lebih lanjut proses morfologis bahasa Sumba dialek Anakalang dan yang menaruh minat terhadap ilmu kebahasaan khususnya kajian morfologi dalam hal ini tentang afiksasi.
e. Dalam bidang pendidikan, khususnya pendidikan di daerah Sumba Tengah lebih tepatnya Anakalang ketika mempelajari imbuhan atau afiks bahasa Indonesia guru dapat memberitahukan kepada siswa bahwa terdapat juga afiks atau imbuhan bahasa Sumba dialek Anakalang sehingga proses pembelajaran bahasa Indonesia lebih menyenangkan karena siswa diajak mengenal apa yang dimilikinya yakni kekayaan bahasa daerahnya.
f. Diharapkan dalam pembelajaran siswa dapat menemukan bentuk, fungsi dan makna bahasa Indonesia dan menemukan bentuk , fungsi, dan makna bahasa Sumba dialek Anakalang untuk menguji daya analisis siswa dalam membandingkan bahasa Indonesia dan bahasa Daerah(bahasa Anakalang).
TORINE RAMBU BABA AMA.
NIM : 0601010066
PENGKAJIAN BAHASA DAERAH NTT.













BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DASAR DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Penelitian tentang bahasa Sumba dialek Anakalang masih sedikit dibicarakan. Di antaranya penelitian tentang Verba bahasa anakalang dibicarakan oleh Trovina Rambu P. Walangara, pada tahun 1999, di Anakalang dengan judul Verba Bahasa Anakalang, di mana masalah yang diangkat adalah kategori kelas kata dalam bahasa Anakalang yakni verba bahasa Anakalang atau dengan sebutan lain kata kerja bahasa Anakalang. Penelitian tersebut masih sangat sederhana karena hanya meneliti tentang verba bahasa Anakalang.
Bahasa Anakalang juga pernah diteliti oleh Rambu Badja Oru, di Anakalang dengan judul Analisis Kontruksi Frasa Nominal Bahasa Anakalang dalam cerita Rayat Anakalang Sebagai bahan Pertimbangan muatan Lokal di sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Penelitian ini berbicara tentang analisis kontrastif frasa nomina bahasa anakalang yang ada dalam karya sastra dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada tahun 1998
Penelitian bahasa Anakalang juga telah dikaji oleh Agung Putu Putra di Universitas UDAYANA Bali dengan judul Segmentasi Dialektal Bahasa Sumba di Pulau Sumba: Suatu Kajian Dialektologi merumuskan bahasa Anakalang serumpun dengan bahasa Waijewa, bahasa Loli, bahasa Kambera, bahasa wanokaka. Hasil temuan itu menunjukkan bahwa di Pulau Sumba terdapat satu bahasa dengan lima dialeknya, yakni (1) dialek Mauralewa-Kambera, (2) dialek Wano Tana/ Anakalang (Wanokaka dan Katiku Tana/ Anakalang ), (3) dialek Waijewa-Louli, (4) dialek Kodi dan (5) dialek Lamboya. Nama-nama dialek itu berkaitan dengan nama kelompok masyarakat yang membentuk kerajaan-kerajaan di masa lalu, baik pada masyarakat Sumba Timur maupun Sumba Barat.

2.2 Konsep Dasar
2.2.1 Afiksasi
Afiksasi adalah proses morfologis yang mengubah leksem menjadi kata kompleks. Menurut Verhar (2004: 107) ada empat macam afiksasi yaitu: a). Prefiks yang diimbuhkan di sebelah kiri dasar dalam proses yang disebut ‘prefiksasi’. b). Sufiks yang diimbuhkan di sebelah kanan dasar dalam proses yang disebut ‘ sufiksasi’. c). Infiks yang dimbuhkan dengan penyisipan di dalam dasar itu, dalam proses yang namanya ‘infiksasi. d). Konfiks, atau simulfiks, atau ambifiks, atau sirkumfiks yang diimbuhkan untuk sebagian di sebelah kiri dasar dan untuk sebagian di kanannya. Dalam proses yang dinamakan ‘konfiksasi’ atau ‘simulfiksasi’ atau ‘ambifiksasi’ atau sirkumfiksasi.
Proses morfologis dengan penggabungan kata mengacu terbentuknya kata kompleks yang dapat direalisasikan dalam tuturan. Yang menjadi bentuk terjadinya afiksasi yakni afiks yang merupakan bentuk terikat yang bila ditambahkan pada bentuk lain akan mengubah makna gramatikal (Kridalaksana 2002:2).
Imbuhan (afiks) adalah suatu bentuk linguistik yang di dalam suatu kata merupakan unsur langsung, yang bukan kata dan bukan pokok kata. Melainkan mengubah leksem menjadi kata kompleks, artinya mengubah leksem itu menjadi kata yang mempunyai arti lebih lengkap, seperti mempunyai subjek, predikat dan objek. Sedangkan prosesnya sendiri disebut afiksasi (affixation). Imbuhan (afiks) adalah bentuk (morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata. Syarat-syarat kata untuk dapat menjadi afiksasi, antara lain: Kata itu harus dapat ditempatkan pada bentuk-bentuk lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru. Contoh: kata minuman, kata ini terdiri dari dua unsur langsung, yaitu kata minum yang disebut bentuk bebas dan –an yang disebut bentuk terikat. Makna ini disebut makna afiks. Contoh kata yang lain seperti: kata timbangan, pikiran, satuan.
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah kata dasar atau bentuk dasar. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat yang diimbuhkan pada bentuk dasar dalam proses pembentukan kata.
Afiks dapat dibedakan menjadi: prefiks, infiks, sufiks, konfiks, interfiks dan transfiks. Unsur yang terdapat pada afiksasi adalah bentuk , fungsi dan makna gramatikal yang dihasilkan.
Afiks tidak memiliki arti leksis, artinya tidak mempunyai hubungan makna karena morfem itu berupa imbuhan. Sedangkan imbuhan itu dapat mempengaruhi arti kata itu sendiri. Contoh: bentuk –nya yang sudah tidak mempunyai pertalian arti dengan ia. Misalnya: rupanya, agaknya, termasuk golongan afiks, karena hubungannya dengan arti leksisnya sudah terputus. Imbuhan itu dapat mengubah makna, jenis dan fungsi sebuah kata dasar atau bentuk dasar menjadi kata lain, yang fungsinya berbeda dengan kata dasar atau bentuk dasar. Contoh: Kata belakang→ keterbelakangan → terbelakang. Pada kata ini terjadi perubahan bentuk ke-an.
Afiksasi merupakan salah satu proses morfologis yang paling sering ditemukan. Hal ini didukung dengan ditemukannya bentuk afiks dalam beberapa buku tata bahasa. Oleh karena itu, penulis akan membahas masalah ini berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh Kridalaksana (2007), Keraf (1991) Ramlan (1985), Chaer (1998), dan Alwi, dkk. (2000). Menurut Kridalaksa, (2007:28) Afiksasi merupakan proses yang mengubah leksem menjadi kata kompleks. Keraf (1999 ) dalam WWW. Umbud Uin-Malang, berpendapat bahwa afiks adalah semacam morfem nondasar yang secara struktural dilekatkan pada kata dasar atau bentuk dasar untuk membentuk kata-kata baru. Ramlan (1985:47) berpendapat bahwa proses pembubuhan afiks ialah pembubuhan afiks pada suatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata. Chaer (1998) dalam WWW. Umbud Uin-Malang, afiks semacam bentuk yang dapat mengubah makna, jenis, dan fungsi sebuah kata dasar atau bentuk dasarnya. Alwi(2000: 31) berpendapat bahwa afiks ialah bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata.
Menurut Putrayasa (2008:5) afiksasi adalah proses pembentukan kata dengan membubuhan afiks(imbuhan ) pada bentuk dasar, baik bentuk dasar tunggal maupun kompleks, misalnya pembubuhan afiks meN– pada bentuk dasar jual menjadi menjual, pertanggungjawabkan menjadi mempertanggungjawabkan. Berdasarkan bentuk di atas dapat dilihat bahwa pembubuhan afiks dapat terjadi pada bentuk tunggal maupun bentuk kompleks.
2.2.2 Afiks Infleksional
Menurut Verhar (2004:107 ) afiks infleksional yaitu afiks yang membentukan alternan-alternan dari bentuk yang merupakan kata, atau unsur leksikal yang sama. Samsuri (1980) dalam Putrayasa (2008: 113) berpendapat bahwa infleksional adalah kontruksi yang menduduki distribusi yang sama dengan dasarnya. Dapat juga dikatakan bahwa infleksional adalah proses morfologis karena afiksasi yang menyebabkan terbentuknya berbagai bentukan dengan ketentuan bahwa bentukan tersebut tetap dalam kelas kata yang sama. Pada umumnya , perubahan bentuk atau proses morfologis (infleksi) hanya menyatakan hubungan sintaksis dan tidak membawa pemindahan dari satu kelas kata ke kelas kata yang lain.
2.2.3 Afiks derivasional
Menurut Verhar (2004: 108) afiks derivasional adalah afiks yang menurunkan kata atau unsur leksikal yang lain dari kata atau unsur leksikal yang lain. Samsuri (1980) dalam Putrayasa (2008:103) berpendapat bahwa derivasional merupakan kontruksi yang berbeda distribusinya dari bentuk dasarnya. Pakar lainnya mengatakan bahwa derivasional adalah proses morfologis karena afiksasi yang menyebabkan terbentuknya beberapa bentukan dengan ketentuan bahwa bentukan tersebut berubah kelas katanya dari kata dasarnya (Suparman,1979; Clark, 1981) dalam Putrayasa (2008 : 103 ).








2.3 Landasan Teori
Teori yang digunakan dalam penelusuran masalah afiksasi ini adalah teori stuktural yang pertama kali dicanangkan oleh Ferdinand de Saussure.
Linguistik strukturalis berusaha mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki bahasa itu. Pandangan ini adalah sebagai akibat dari konsep-konsep atau pandangan baru terhadap bahasa dan studi bahasa yang dikemukakan oleh bapak Linguistik Modern, yaitu Ferdinand De Saussure dalam buku Course de Linguistique Generale Course de Linguistique Generale yang disusun dan diterbitkan oleh Charles Bally dan Albert Sechehay tahun 1915 (dua tahun setelah de Saussure meninggal) Pandangan Ferdinand De Saussure bahwa bahasa adalah stuktur yakni stuktur fonologi,struktur morfologi, struktur sintaksis dan struktur semantik .
Dari keempat stuktur bahasa yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure yakni struktur fonologi, morfologi , sintaksis dan semantik. Peneliti melihat aspek morfologi yaitu afiksasi sebagai suatu struktur yang perlu dikembangkan pada bahasa Sumba dialek Anakalang.







BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, yakni penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan proses morfologis yang terjadi pada afiks bahasa Sumba dialek Anakalang dari segi bentuk, fungsi dan makna. Proses morfologis yang diteliti adalah afiksasi atau dengan sebutan lain mendeskripsikan proses pembentukan imbuhan, dalam hal ini yang menjadi kajian utama adalah bentuk, fungsi dan makna bahasa Sumba dialek Anakalang. Metode deskripitif bertujuan membuat deskripsi; maksudnya membuat gambaran, lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data, sifat-sifat atau hubungan fenomena-fenomena yang diteliti (Djajasudarma, 1993: 8). Data yang dikumpulkan baik secara tertulis maupun secara lisan, dikumpulkan kemudian diteliti dengan tujuan untuk mempelajari fenomena-fenomena kebahasaan. Penelitian ini dilakukan melalui teknik catat dengan menggunakan langkah-langkah, yaitu: (1) studi pustaka, pada langkah ini penulis mencari dan mengumpulkan sumber pustaka; (2) pengumpulan data, pada langkah ini penulis mengumpulkan atas data tertulis mengenai afiks (3) pengklasifikasian data, pada langkah ini data yang telah disusun kemudian diklasifikasi sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mencari bentuk, fungsi dan makna ; (4) penganalisisan data, pada langkah ini data yang telah diklasifikasi dan disusun secara sistematis kemudian dianalisis; (5) menyimpulkan hasil penelitian, pada langkah ini data yang telah diperoleh pada proses penganalisisan data kemudian disimpulkan.
3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian.
3.2.1. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan , yaitu terhitung dari Desember 2009 sampai Januari 2010
3.2.2. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di desa Anakalang desa Makata keri dan desa Kabela Wuntu kecamatan Katiku Tana kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur.

3.3. Jenis Data dan Sumber Data
3.3.1 Jenis data
Data dalam penelitian ini berupa data lisan dan data tertulis . Data lisan berupa data bahasa yang digunakan masyarakat penutur, berupa cerita rakyat, bahasa adat, dan lagu-lagu daerah. Data tertulis berupa cerita rakyat yang dimuseumkan pada dinas kebudayaan, lagu-lagu Kidung Jemaat yang diterjemakan dalam bahasa Sumba dialek Anakalang.
3.3.2 Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini berupa informan yaitu orang Sumba tepatnya masyarakat penutur bahasa Sumba dialek Anakalang, atau masyarakat di desa Anakalang.Penentuan informan ini harus menenuhi syarat
1. Berjumlah 5 (lima) orang yang tersebar pada tiga desa.
2. Berusia 25-75 tahun
3. Penutur asli bahasa Sumba dialek Anakalang yang jarang atau tidak pernah meninggalkan desa atau lingkungan penutur bahasa Sumba dialek anakalang Anakalang.
4. Berpendidikan minimal tamat pendidikan dasar .
5. Sedang berada di Anakalang dan lingkungan penutur bahasa Sumba dialek Anakalang.
6. Memiliki pengetahuan dan pamahaman tentang bahasa Anakalang.
7. Tidak memiliki kelainan ucapan.
8. Mampu membaca dan menulis serta dapat berbahasa Indonesia
9. Bersedia bekerja sama.
3.4. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, tape recorder, kodak atau kamera, daftar tanya dan kartu data . tape recorder digunakan untuk merekam data lisan . kamera dapat digunakan unyuk memotret hal-hal yang berhubungan dengan bahasa. Daftar tanya berupa pertanyaan yang berhubungan dengan kata kata bahasa indonesia yang kn diartikan ke dalam BSDA. Kartu data digunakan untuk mencatat data.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara yakni:
1. Observasi atau pengamatan langsung yang diarahkan pada pemakaian bahasa secara lisan. Dalam observasi ini juga dilakukan teknik merekam dcerita rakyat, bahasa adat dan ujaran dalam kehidupan sehari hari.
2. Wawancara yang dilakukan dengan informan di lapangan sekaligus dilakukan untuk mengecek data.
3. Intuisi, yakni peneliti membangkitkan sendiri data kebahasaan pada bahasa Sumba dialek Anakalang dengan mengandalkan intuisi kebahasaan mengingat peneliti sendiri adalah juga penutur asli bahasa yang diteliti.
3.6. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul , selanjutnya dilakukan analisis untuk mendeskripsikan Afiksasi Bahasa Sumba dialek Anakalang.sekcara umum metode yang digunakan adalah metode distribusional , yaitu metode ananlisis yang alat penetunya merupakan bagian dari bahasa yang diteliti (Sudaryanto dalam Kusuma , 2007:54) dengan langkah-langkah:
1. Mendeskripsikan data berupa data lisan dan data tertulis.
2. Mengklasifikasikan kalimat-kalimat yang merupakan data afiksasi dan mengelompokan mengelompokkan berdasarkan bentuk , fungsi dan maknanya .

3.7. Teknik penyajian Hasil Analisis Data.
Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara formal yaitu dengan menggunakan kaidah , dapat berupa rumus, diagram, tabel, dan gambar.
Demi kemudahan pemahaman , penyajian biasanya didahului atau diikuti oleh penyajian bersifat informal yaitu penyajian hasil analisis dengan menggunakan kata -kata biasa yakni kata- kata yang setelah dibaca dapat dipahami (Sudaryanto dalam Kusuma , 2007:71

Minggu, 14 Maret 2010

CERITA TENTANG SUMBA

Buat Torine Rambu Baba Ama

Hidup adalah kerinduan ilahi
Kemana
Akan ku arungi padang ilalang yang menjulang
Selaksa erangan kuda pacu
Kemana lagi
Akan ku gapai
senyuman rambu meresapi tubuh sumba
sedetik yang lalu
tanah sumba menjulang
antara istal
tuk bisikan sabda di helai tiris matamu
yabu
rambutmu terurai lurus
menghantarku pada mauri
sabda apa yang ingin kau dendangkan dibathin ku
bila kabar tentang sumba
tentang umbu
tentang yabu
tentang pasola
biarlah aku sirna menyatu dengan sumba
agar alunan ilalang
pekikan kuda sumba menyambut daku
dengan linangnya embun membasahi safana dimatamu
rambu
ingin ku alunkan melodi harpa
nyanyian bebatuan yang menemani jiwamu
rambu ingin ku kalungkan sajak ku pengganti muti
yang sacral
bila esok dari nafas mu
melahirkan sajak-sajak
dari sajakmulah aku telah di baptis menjadi bocah sumba.



oleh ABDUL MAHYUDIN DJO... PMC
PEMALAS
Jenuh kulewati hari ini
Penuh liku ,
Lemah tungkai kakiku
Tak kutemukan nilai sebuah kehidupan

Entah rasa apa yang kini berkecamuk
Setan mana yang telah merasukiku
Semua yang kulakukan
Hampa dan lahir dari kesia-sian

Mungkin inilah yang dikatakan
Kemana lagi jiwa ini kucari
Sementara ia terus lari
Dan tak menghendaki

Apa yang mesti kuperbuat
Kau menghujaniku dengan peluru
Tak satupun dapat kulakukan
Apa lagi melakukannya dengan sempurna

Jika kau melihatku letih
Itu bukan karena aku memang letih
Tapi demi waktu yang bicara
Aku berani katakan aku begitu tak berdaya

Pantaskah aku berpikir
Untuk apa semuanya kulakukan
Sementara langit bermuram durja
Aku pun larut dalam kelalain ini

Mungkin ini yang dikatakan
Akh aku tak berani menebak
Tapi biarlah sulbi jiwa ini
Merangkak dan bicara

Dari kedalaman jiwa
Maafkan aku yang tak bisa
Berbuat yang terbaik
Aku gundah gulana

Hai kau yang terus memojokkanku
Aku bukannya tidak bisa
Tapi bicaralah demi pertemanan yang abadi
Aku ingin jujur katakan, aku tak sanggup ungkapkan


Meski dari pernik kata yang haturkan
Ingin mengubah jiwa yang tertati ini
Jangan kau katakan itu lagi
Jika kau ingin yang terbaik kulakukan.

Aku memang pengecut
Mungkin juga ada yang lebih kasar
Aku patung batu beku
Yang kan melumut jika tersiram

Ahk .... aku tak tahu
Mengapa ini bisa terjadi padaku
Mungkin nasip
Mungkin pun takdir

Aku lebah, tak cerdik
Bahkan cenderung lamban
Itu steming dasar yang kumiliku
Aku bertempramen plegmatis

Semuanya malas kulakukan
Jika ada yang mengajakku
Aku hanya menjawab dengan satu ayunan
Gelengan dan kukatakan TIDAK

Aku mungkin tak bisa dijadikan
Sahabat untuk berbagi
Karena sekali sempat mereka berduka
Aku tak dapat membantu dengan tangkas

Aku sering disebut si Pemalas
Nama yang begitu keji
Kau bahkan mereka tambatkan

Maafkan aku yang malas ini
Tapi jujur demi waktu yang berdetak
Demi langit yang kugenggam
Ingin kulantunkan



Seribu larik dalam satu hempasan
Ingin kudendangkan
Jangan lagi kau ucapkan
Aku seorang PEMALAS


Ingin kuubah semua getis itu
Ingin ku tendang semua keegoisanku
Dan aku mau bicara pada semesta
Aku tidak ingin kau katakan PAMALAS





Karya torine rambu baba ama

Sabtu, 13 Maret 2010

JENDELA IMAJINASI

HITAM YANG KELAM
Oleh: Torine Rambu Baba Ama
Lelaki separuh baya itu berdiri dan kadang berjalan gontai, sesekali juga ia duduk menggamit jenggotnya yang lebat, yang sudah berbulan-bulan tak dicukurnya, sangat mengganaskan, untuk mencukur jengot saja tak mempunyai kesempatan. Wajahnya kecut,rambut gondrong, tinggi, kurus dan hitam buram warna kulitnya. Nama lelaki itu adalah Beni, ia berumur 23 tahun namun wajahnya menunjukkan seolah-olah ia berumur 40-an. Tua adalah proses kembali pada masa kanak-kanak, kematian adalah bentuk lain dari kelahiran kembali. Beni sepertinya tak mempunyai masa depan yang pasti, ia terlunta-lunta di jalanan, boleh dikatakan ia adalah seorang pengacara, “penganggur banyak acara”. Tubuhnya tidak menunjukkan sedikitpun kalau ia pernah menjadi seorang mahasiswa universitas terkenal di kotanya, yang kerap menjadi keangkuhan seseorang untuk sebutan seorang mahasiswa. Matanya kuyu, dan di bawah kelopak matanya ada bercak hitam yang memperlihatkan letihnya jiwa dan padamnya semangat yang pernah terbakar ketika 4 tahun yang lalu ia ditempah sebagai mahasiswa baru. Lilin kecil bersama tangisannya ketika refleksi pada Mabim fakultas hanyalah sebening peristiwa yang lalu begitu saja, tak berarti, apalagi bermakna. Lilin yang diangkatnya akhirnya padam seiring habisnya lelehan cadas dan ternyata semua itu hanya lambang kemunafikan, kemunafikan hidup yang awalnya semua seperti dapat diatasi dengan indah . Apa boleh dikata semua telah terjadi. Penat, perih, dan luka berkecamuk, waktu terus berlanjut, tak ada persinggahan, tak perlu disesalkan, kita boleh ingin mengukir kembali tapai perjalanan waktu tak dapat dipungkiri, berlalu seperti burung tanpa hinggapan, tak ada keindahan, melewati hari rubuh tanpa ratapan, hanya desahl jiwa yang patah, hati yang tak karuan. Hidup Beni hanyalah seonggok cerita yang tak patut dituturkan.
Beni adalah seorang pemuda yang merantau dari salah satu pulau di kepulauan Flobamora. Kedatangannya di kota karang ini adalah untuk menunjukkan bahwa ia adalah orang yang dibangga-banggakan orang-orang terkasihnya . Ia mempunyai tekat yang kuat untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya sebagai mahasiswa. Tapi detik-detik berlalu, hentakan –hentakan pijaran berlanjut, jiwa Beni kering. Ia merana, semuanya brelalu dengan sia-sia. Ia mengalami goncangan jiwa yang hebat. Orang terdekatnya tak lagi menjadi teman yang baik, semuanya lari dari kehiduapn normalnya
Awalnya Beni adalah seorang yang kuat, pintar, berani dan cerdas. Ia menjadi ketua tingkat di kelasnaya, menjadi kepercayaan dosen-dosenya, penuh vitalitas, agresif dan menjadi teladan bagi teman-temannya. Semua orang senang bergaul dengannya.
Beni mengikuti organisasi di tiga tempat, ia senang menimba pengalaman dan berlatih. Perkuliahan nya juga berlangsung baik, tugas dapat ia kerjakan. Hal ini terus berlanjut selama satu semerter, hingga suatu saat, Beni mengenal seorang yang ia ingin jadikan teman yang dapat mengerti, membantu, dan tepatnya curahan hati. Bunga yang di tanam Beni mekar. Beni telah mempunyai pujaan hati, Sinta namanya.
Beni mempunyai prinsip, ia harus menjalankan dan melewati trisukses hidup, sukses organisasi, sukses studi, dan sukses cinta. Paradigma ini lambat laun tak disadarinya menyeretnya pada kubangan kepahitan.
“ Beni sebentar ada rapat. Kamu harus ikut ya, Undangannya kemarin sudah kami bawa ke kontrakanmu, kira-kira jam 3 petang, tap kamu tak ada”
“Tapi saya ada kuliah, dan saya harus mempresentasikan makalah saya, kemungkinan saya tidak bisa ikut”.
“Kamu harus ikut! Pertemuan ini sangat penting. Minggu depan saja baru kamu ikut kuliah’’
“ Ach! Yem, kamu buat saya bingung saja,. Jujur saya ingin ikut pertemuan. Tapi saya juga tidak bisa tinggalkan kuliah sore ini.”
Jemi terus membujuk Beni dengan berbagai cara, bahkan jurus paling ampuh pun digunakannya, Kemampuan persuasi Jemi memang luar biasa. Ia bisa menyakinkan seseorang untuk melakukan apa yang di kehendakinya, seperti pada pagi ini, ia membuat Beni tak ragu untu mengikuti pertemuan di Naikoten.
“Ben, katanya kamu parte dengan dosen., masa untuk izin sebentar saja tak dapat, apalagi untuk kegiatan yang kamu senangi seperti ini’’
“Ok sebertar saya ikut”
Beni lalu mengambil keputusan untuk mengikuti pertemuan , tapi sore harinya ketika ia bersiap untuk mengikuti pertemuan, telepon genggam Beni berdering. Ia melihat ke layer monitor, , Sinta!!. Dengan cepat diangkatnya,
“Halo sayang, ada apa,? Kangen kow?.
“Ia, sayang, makanya saya telepon. Kita ke Tedis kow? Sekarang. Pokoknya harus, kamu datang ke kostku dan kita sama –sama ke sana.”
“Adu, sayang, hari ini saya ada pertemuan di organisasi, kuliah pun saya tidak ikut, kamu lagi mau ajak saya, lain kali ajah yah”.
“Terserah kamu,. Urus saja organisasimu itu” Telepon dimatikan, Sinta marah. Beni bingung dan kalut. Ia tak tahu harus mengikuti yang mana. Ia tak bisa membagi waktu, bingung. Tidak mengikuti rapat karna ia sangat mencintai Sinta? Melepaskan studi untuk rapat? Perbuatan keliru,mungkin. Tujuan utamanya adalah kuliah.
Beni benar- benar tak tahu apa yabg harus ia buat. Kejadian in terus berlanjut. Beni berada dalam kebimbangan, hingga akhirnya nasibnya kendor. Ia letih, tak lagi menjadi kebanggaan Dosen. PPL dan KKN belum dilaksanakannya. Tugas tak lagi menjadi prioritasnya. Setiap waktunya digunakan untuk mewujudkan program-program yang di rancang dalam organisasi, apalagi setelah ia terpilih menjadi ketua panitia sebuah seminar besar.
Akhirnya tak ada yang dapat dilakukanya dengan sempurna. Semester delapan, pada evaluasi akademis, Beni di DO karena SKS tak cukup dan IPK tak mencapai standar. Penjuangan panjangnya menjadi sia-sia. Harapannya menjadi pupus dimakan kenyataan. Saat yang genting ini, seharusnya Sinta berada disampingnya, memberi kekuatan. Seharusnya? Dan inilah kenyataan. Apa yang didapatnyya tak jauh dari pepatah, “ sudah jatuh ditimpah tangga” Sinta memutuskan hubungan mereka secara sepihak, dengan alasan Beni tak punya waktu buat Sinta, padahal Sinta sangat membutuhkannya. Begitulah perjalanan penjuangan Beni yang kandas. Hitam yang kelam menjadi teman sejati Beni, seorang yang tangguh dalam berpikir.
The end.
Salam kreasi



* * *
PUISI – PUISI TRBA
KUCARI JATI DIRI

Oleh : Torine Rambu Baba Ama .
Tapak sepatu tua
Cerami terseyum, aspal menggigit
Senyum, ada rasa berarak..
Tak sanggup.. aku tak sanggup

Karang,, aku mengadu
Pada tubuhmu yang tajam
Pada batangmu yang kekar
Langkah ini kupijak
Di atas cadasmu

Peluh mengalir…
Hentakan sepatu tua ini
Masih juga kujalejahi
Sampai kapan?
Sampai robek dan tirusmu beringsut
Aku tak kuatir
Akan ada kesia-sian , karena kuyakin
Bersama kita rajuk, cinta.
Menggapai mahligai cendana.
Hentakan patu tua ini
Memberiku arti hidupku kelak


SUMBA TENGAH, HIPARMAST
Catatan Tua, di Gedung Tua Aula Komodo.
Oleh : Torine Rambu Baba Ama (0601010066)
Semester VI
Mata kuliah: Bengkel Sastra

Kemarin , jumad 23 mei 2009
Mengapa kita terus mengadu
Tidak pada batu yang menatangkan hadirmu
Mengapa semua lekuk itu
Terus berkecamuk
Bukan dengan karang?
Aku mungkin jenuh
Tapi taukah kau saudaraku
Betapa perih merinti tinggal kan sepi yang merana

Jangan kau tanyakan
Mengapa kita terdiam
Perih itu telah menusuk dada
Senjata apa lagi yang akan kita canangkan
Jika sang bayu pun enggan melepas pedih
Lalu apa yang kupertanyakan
Sementara langit sang asam tua menertawai ketidakberdayaanku.
Jika aku masih sempat bertanya
Itu karena hatiku ingin barkata
Benar kah aku mencintai
Tana tuwu watu lihi
Jawablah sang bayu!!!!
Karena aku ciNta tana tuwu watu lihi.
Benarkah
Jawablah gedung tua beralas karang
Tanah timur tanah garang
Sujumput angin rumput savana, coklat ilalang memberi arti jiwa yang rapuh

Hari ini ku tulis lagi catatanku.
Aku membawa cerita tentang kita.
Semuanya terpatri, jika kita mulai lagi menatap nuansa dunia
Kuyakin dengan ketegaran hati
Tekat itu akan ada dalam nubari kita
Sejumput asa tak lekang oleh waktu. Kita lahir dengan nama .
Nama adalah muatan batin, nama adalah kunci pintu penjara batin
Bebaskanlah diri dari lekang waktu yang tertusuk,
Mungkin itu cerita hidup dari dinamika.
Kita adalah satu.
Nama kita adalah nama. Biarlah cinta kita berpatri di sini
Di tempat kita melabuhkan mimpi satu dalam komonitas yang namanya
HIPERMAST

MENJADI PRIBADI YANG TANGGUH MENCAPAI KESUKSESAN Oleh: Torine Rambu Baba Ama(TRBA_CA)

Seperti apa ukuran tangguh? Mungkin ini merupakan pertanyaan yang gampang, sekaligus sulit untuk kita renungkan.
Ketangguhan pribadi kita bukan diukur ketika kita berhasil meraih sesuatu yang ingin dicapai saja. Justru ketangguhan pribadi akan diuji ketika kita dihadapkan pada satu kesulitan , hambatan, atau pun tantangan . Keberanian kita untuk terjun langsung ke kancah persoalan merupakan suatu pencerminan bahwa kita ,mampu untuk mengatasinya.
Kemudian berbicara tentang kesuksesan , kita pasti berpikir bahwa kita berhasil dalam melakukan apa yang kita inginkan dan pastinya kita berpikir dari sudut pandang kita, kebangggaan diri dan orang lain . Kesuksesan dalam bidang apa pun, tentu saja menjadi tujuan dari aktifitas seseorang. Dalam setiap dimensi kehidupan ini , setiap orang berlomba-lomba untuk menajdi sukses. Meskipun ukuran kesuksesan antara orang yang satu dengan orang yang lain tidak sama , mengingat cara pandang dan kriteria mengenai kesuksesan itu dalam kehidupan ini baik dalam pekerjaan maupun dalam kehidupan lainnya berbeda –beda. Hall terpenting adalah buah dari kesuksesan, yaitu kebahagian yang dapat dirasakan oleh setiap orang yang berhasil meraihnya.
Kesuksesan pada dasarnya bukanlah hal yang instan. Untuk mendapatkanya diperlukan proses yang sangat panjang dan melelahkan!!!, membutuhkan perjuangan, usaha, bahkan kerja keras. Tidak ada kesuksesan yang datangnya tiba-tiba. Jika itu terjadi, biasanya perginya pun akan tiba-tiba, karena kita tidak pernah belajar untuk menghargai setiap langkah menuju kesuksesan tersebut. Sering manusia terjebak pada semangat pasrah tanpa mau berbuat apa-apa, yang menyedikan lagi menakala kita mencari –cari kesalahan orang lain dalam kegagalan kita.
Perlu disadari bahwa kesuksesan merupakan hasil akhir dari kemampuan seseorang untuk berjalan setepak demi setapak menuju puncak yang ingin dituju. Jadi kesuksesan intinya terletak pada ketangguhan pribadi yang bersangkutan dalam mengatasi setiap persoalan kehidupan ini!, itulah yang menempah pribadi-pribadi yang tangguh dan berkualitas secara moral , mental. Hanya pribadi yang tangguh yang bertahan dalam setiap kesulitan ketika ia berjuang menuju tangga kesuksesan.
Menjadi pribadi yang tangguh , membutuhkan suatu kerendahan hati , ketulusan hati untuk selalu berkaca, artinya ketika kita gagal maka hal yang pertama kita lakukan adalah menunjuk diri kita sendiri. Melimpahkan kegagalan pada orang lain, sebenarnya merupakan bentuk dari kerdilnya kepribadian kita . artinya kita belum siap maju dalam kancah peperangan dalam menjalani kehidupan kita .
Sering kali jari-jari kita tangan kita dengan mudah dan ringan menunjuk pada orang lain, tanpa kita sari ada tiga jari yang lainnya yang siapuntuk mempermalukan kita . sungguh , ini merupakan filosofiyangsangat mendasar bagi kita. Siapa pun kita, ketika kita berusah untuk mewujutkan pribadi yang tangguh dalam diri kita. Kita harus mampu untuk intropeksi dan koreksi diri.
Menjadi pribadi yang tangguh !!!!kita diperhadapkan untuk menjadi diri sendiri ” be yourself” (Jadilah dirimu sendiri ) jika kita perhatikan bunyinya tampaknya tidak bermakna apa-apa. Namun jika kita mencoba membuka tabir dibalik kalimat itusungguh tersimpan filosofi yang yang sangat mendasar , yaitu ajakan untuk melakukan pengenalan diri secara mendalam. Mengapa demikian? Karena kalimat tersebut mengajak kita menyadari bahwa diri kita lah pusat dari segala aktifitas kita. Kita jangan mengingkari keberadaan diri kita, akibatnya akan muncul pengingkaran terhadap hakekat kita sebagai pribadi yang unik . Menjadi diri sendiri, kita sadari bahwa dalam diri ada tuntutan dan tanggung jawab, dan kitalah yang bertanggung jawab dengan diri sendiri.
Menjadi pribadi yang tangguh kita harus mampu mengakui diria bahwa kita adalah pribadi yang unik. Akuilah bahwa kita adalah pribadi yang berbeda dengan orang lain. Perbedaan bentuk fisik, sifatdasar, tempramen, karakter , hasrat, kemampuan. Kita harus mengakui bahwa perbedaan itudapat menjadi kelebihandan pada sisi lain menjadikekurangan kita. Hal yangterpanting adalah dengan kesadaran penuh bahwa kita berbeda dan dari kemajemukan itu kita jadiakan tameng untu kesatuan yang berguna dalam kehidupan seperti kebersamaan yang harmonis. Janganlah kita menggunakan popeng dengan harapan supaya dapat menjadi seperti orang lain. Hal itu akan menyiksa , karena kita sendiri mengingkari keberadaan kita sebagai pribadi yang unik. Pengingkaran terhadap keunikan pribadi kita sering muncul ketika kita mencoba untuk membuat ukuran-ukuran yang tidak adl terhadap orang lain. Artinya kekurangan yang kita miliki kita bvandingkan dengan kelebihan orang lain, jika hal ini terjadi , boleh jadi kita akan merasa sebagai orang yang paling menderita di dunia ini, karena kita merasa bahwa diri kita hanya seonggok daging yang tak berguna yang penuha dengansegala kekurangan.
Lalu apa yang harus kita lakukan untuk menjadi pribadi yang tangguh?
Menjadi pribadi yang tangguh , suatu kesempatan hidup yang menarik. Kembangkanlah suatu sikab mental dasar , terimalah kekurangan atau kelebihan yang kita miliki sebagai suatu kenyatana yang ada, cintailah dan terimalah dengan tulus . tumbuhkanlah keinginan untuk mensyukuri semua yang kita miliki dan kenali diri, karena dalam diri ada kekutan yang dasyat . janganlah menangisi kekurangan tanpa mau bertindak untuk memperbaiki diri serta tetapkalah tujuan hidup.
Semoga sukses menjadi pribadi yant tangguh
SELAMAT DAN SUKSES. TERIRING SALAM DAN DOA TULUS.

Selasa, 09 Maret 2010

KARYA ILMIAH FRASA VERBAL PENGISI FUNGSI PREDIKAT DALAM KALIMAT TUNGGAL BAHASA INDONESIA (Torine Rambu Baba Ama,PBSID FKIP UNDANA)

I PENDAHULUAN

Pengkajian tentang frasa verbal, berada dalam tataran atau studi tentang sintaksis. Secara etimologi sintaksis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata, kelompok kata menjadi kalimat. Sintaksis berasal dari bahasa yunani yaitu sun yang berarti dengan, dan tattein yang berarti menempatkan. Menurut ilmu sisntaksis, dapat didefenisikan bahwa sintaksis adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk kalimat, klausa dan frasa.
Ramlan (2001:18 ) mengatakan bahwa istilah sisntaksis berasal dari bahasa Belanda (Syntaxis) ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausadan frasa.
Dari rujukan itu, dapat kita ambil gambaran bahwa yang tercakup dalam sintaksis adalah kata, kalimat, klausa, wacana, dan frasa . Dalam tataran ini ada tiga komponen yang bereperan yaitu fungsi, kategori dan peran.
Fungsi atau struktur terdiri dari subjek, predikat, objek, dan keterangan. Peran yakni pelaku, aksi, pasien dan lain –lain. Dan kategori terdiri dari frsa nominal, farsa verbal, frasa adjektifa, frasa adverbial, ,dan frasa perposisional, atau berdasarkan kategori kelas kata.
Srifin dan Tasai (2002:58) , mengatakan bahwa kalimat adalah satuan bahasa
terkecil,dalam wujud lisan dan tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh sekurangnya memiliki S, P.
Ramlan (1981:6) mengatakan bahwa kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir naik dan turun. Kridalaksa dkk (1984:224) kalimat adalah suatu bahasa yang secara relatif berdiri sendiri , mempunyai pola intonasi final, baik secara aktual, maupun potensial terdiri dari klausa. Kalimat tunggal merupakan satuan gramatikal yang didalamnya hanya terdapat satu kalusa.
Dalam kalimat tungal bahasa Indonesia Frasa dari kategori verba dapat mengisi fungsi predikat . Kategori kelas kata yabng dapat mengisi fungsi perdikat bisa berupa frasa verbal, frasa nominal, frasa adjektiva, frasa adverbial, dan frasa preposisional. Tetapi yang lebih banyak mengisi fungsi predikat adlah kategori frasa verbal atau kategori kelas kata verba.
Yang mana frasa adalah satuan kontruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan. Menurut Ramlan (2001: 139) satuan gramatikal yang terdiri dari satu kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan. Artinya sebanyak apapun kata tersebut asal tidak melebihi jabatannya sebagai subjek, predikat objek, pelengkap dan keterangan , maka masih bisa disebut frasa.
Kridalaksa (1994:53) frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikat. Frasa verbal merupakan frasa yang memiliki kesamaan distribusi dengan kata verbal atau kata kerja . Frasa verbal yang mengisi fungsi predikat dalam kalimat tunggal bahasa Indonesia disebut kalimat verbal, yang mana kalimat verbal adalah kalimat yang dibentuk dari kausa atau kalimat yang berupa kata atau frasa berkategori verba. Sedangkan kalimat nonverbal adalah kalimat yang predikatnya bukan kata atau frasa verbal, bisa berupa kata atau frasa verbal, bisa berupa kata atau frasa nominal , frasa adjektifa, frasa adverbial, atau juga frasa numeralia.
Kaliamat tunggal yang predikatnya diisi oleh frasa verbal dan disebut kalimat verbal contohnya saya membeli buku. Saya subjek berkategori nomina, membeli predikat, berkategori verba dan buku objek berkategori nomina. Kalimat tunggal yang predikatnya diisi oleh frasa nominal dan disebut kalimat nominal, contohnya ibu guru bahasa Indonesia ibu subjek, berkategori nomina, guru predikat berkategori nomina dan bahasa Indonesia objek berkategori nominal. Kalimat tunggal yang predikatnya diisi oleh frasa adjektifa dan disebut kalimat adjektifal, contohnya pacarnya cantik, pacarnya subjek, berkategori nomina dan predikat cantik berkategori adjektifa.suatu kalimat di ketahui berkategori apa tergantung predikatnya berkategori apa.
Bagian predikat adalah bagian yang memberi keterangan tentang sesuatu yang berdiri sendiri atau subjek itu. Memberi keterangan tentang sesuatu yang berdiri sendiri tentulah menyatakan apa yang dikerjakan atau dalam keadaan apakah subjek itu. Sebab itu, predikat biasanya terjadi dari kata kerja atau kata keadaan. Kita selalu dapat bertanya dengan memakai kata tanya mengapa, artinya dalam keadaan apa, bagaimana, atau mengerjakan apa? (Alisyahbana, 1978).
Bloomfield (1933) menyebut predikat dengan istilah verba finit yang berarti melaksanakan perbuatan. Lyons (1995) mengungkapkan bahwa predikat adalah keterangan yang dibuat mengenai orang atau barring itu. Sementara itu, Hockett, Alieva (1991) menyebut predikat dengan istilah sebutan dengan makna yang sama seperti yang diungkapkan oleh Lyons.
Ahli lain mengatakan bahwa predikat merupakan konstituen pokok yang disertai konstituen subjek di sebelah kiri, dan jika ada, konstituen objek, pelengkap, dan atau keterangan wajib di sebelah kanan. Predikat kalimat biasanya berupa frase verbal atau frase ajektival (Alwi, 1998). Sejalan dengan pendapat tersebut, Ramlan (1996) mengatakan bahwa predikat merupakan unsur klausa yang selalu ada dan merupakan pusat klausa karena memiliki hubungan dengan unsur-unsur lainnya, yaitu: dengan S, O, dan Ket.
Sakri (1995) mengungkapkan bahwa predikat itu sebagai puak kerja yang menduduki jabatan curaian dan menyatakan tindak atau perbuatan. Di pihak lain, Suparman (1988) memberikan penjelasan tentang predikat dengan menyebutkan ciri-ciri atau penanda formal predikat tersebut, yaitu: (a) penunjuk aspek: sudah, sedang, akan, yang selalu di depan predikat; (b) kata kerja bantu: boleh, harus, dapat; (c) kata penunjuk modal: mungkin, seharusnya, jangan-jangan; (d) beberapa keterangan lain: tidak, bukan, justru, memang, yang biasanya terletak di antara S dan P; dan (e) kata kerja kopula: ialah, adalah, merupakan, menjadi. Kopula mengandung pengertian merangkaikan. Kata-kata ini biasanya digunakan untuk merangkaikan predikat nominal dengan S-nya, khususnya FB – FB (Frase Benda – Frase Benda).



Frasa verbal yang mengisi fungsi predikat adalah frasa hasil modifikasi yang hulunanya berupa verbal atau kata kerja, contoh ,Nanti sore saya akan berangkat ke Waingapu. Atau Pak Hensrik sedang mengajar di kelas. Frasa verbal juga terdapat dalam kalimat negative yang mana kalimat negative adalah kalimat yang pada frasa verba utamanya terdapat unsure negative contoh Dia tidak memakai sandal.selain mengisis fungsi predikat , frasa verbal juga dapat mengisi fungsi subjek tetapi yang erdapat atau tidak mempunyai cirri umum. Contohnya Berenang adalah pekerjaan yang menyenangkan.
Cirri –ciri frasa verbal yakni yakni merupakan gabungan kata , konstituen pengisi fungsi sintaksis, tidak dapat dipindahkan sendirian , dan hasil modifikasi yang hulunaya verba.
Berkenaan dengan banyaknya jenis atau tipe verbal , yang mengisis fungsi predikat dapat digolongkan menjadi : 1) kalimat transitif yaitu kalimat yang predikatnya berupa verba transitif , yaitu verba yang biasanya diikuti sebua objek. 2) kalimat bitransitif yaitu kalimat yang predikatnya berupa verba transitif dan diikuti dua objek. 3) kalimat intransitiv adalah kalimat yang predikatnya berupa verba intransitive yakni verba yang tidak membutuhkan objek.4)kalimat aktif yakni kalimat yang predikatnya kata kerja aktif biasa ditandai dengan prefix me atau memper yang dipertentangkan dengan kalimat pasif. Yang ditandai dengan prefix di atau diper. Ada juga kalimat aktif anti pasif dan kalimat pasif anti aktifsehubungan dengan adanya sejumlah verba aktif yang tidak dapat dipasifkan dan verba pasif yang tidak dapat diaktifkan.5) kalimat pasif adalh kalimat yang predikatnya adalah kalimat pasif.6) kalimat dinamis adalah kalimat yang predikatnya berupa verba yang secara semantik menyatakan tindakan atau gerakan . 7) kalimat statis adalah kalimat yang predikatnya berupa verba yang secara semantis tidak menyatakan tidakan atu kegitan.

II MASALAH.
Masalah yang hendak di angkat dalam penulisan ini dapat dirumuskan dalam dua rumusan masalah yakni
Bagaimana ciri-ciri frasa verbal dalam kalimat tunggal bahasa Indonesia?
Jenis frasa verbal apa saja yang dapat mengisi fungsi predikat dalam kalimat tunggal bahasa Indonesia.

Makalah ini mempunyai tujuan
Menjabarkan ciri-ciri frasa verbal
Mengelompokkan dan mendeskripsikan jenis-jenis frasa verbal pengisi fungsi predikat dalam kalimat tunggal bahasa Indonesia.

III HASIL DAN BAHASAN

3.1 CIRI-CIRI FRASA VERBAL PENGISI FUNGSI PREDIKAT DALAM KALIMAT TUNGGAL BAHASA INDONESIA
Ada beberapa ciri frasa verbal yaitu pertama merupakan gabungan kata yang hulunya berupa kata kerja , artinya kata yang mmbentuk konstituen tersebut merupakan kata berkategori verba . frsa itu passti lebih dari sebuah kata dan pembentuk frasa berupa morfem bebas.ciri yang kedua sebagai konstituen pengisis fungsi sintaksis , oleh karena itu dapat dikatakan kelompok kata yang berada dalam kotak fungsi dan bagan. Misalnaya Keriting PMC sedang membaca buku frasa sedang membaca adalah konstituen pengisi fungsi sintaksis yakni mengisi fungsi fungsi predikat. Berbeda dengan kata yang tidak dapat di selipi apa-apa, maka hubungan antara kata yang satu dengan kata yang lain di dalam frasa cukup longgar, sehingga da kemungkinan di selipi unsure lain. . misalnya frasa sedang membaca adalah konstituen pengisi fungsi sintaksis yakni mengisi fungsi predikat.. berbeda dengan kata yang tidak bisa diselipi apa-apa, maka hubungan antara kata yang satu denang kata yang lain di dalam sebuah frasa cukup longgar sehingga ada kemungkin diselipi unsure lain .misalnya frasa sedang membaca dapat diselipi kata senang sehingga menjadi sedang senang membaca . penyelipan ini tidak dapat dilakukan terhadap kata ,umpanya dalam kata membaca tidak dapat kita selipkan kata baru sehingga menjadi membarubaca. Cirri yang ketiga yaitu salah satu unsure frasa itu tidak dapat dipindahkan ‘sendirian’ karena frasa itu mengisi salah satu fungsi sintaksis . jika ingin dipindahkan , maka harus dipindahkan secara keseluruhan sebagai suatu kesatuan, jadi kata sedang dalam frasa sedang membaca yang yang ada dalam kalimat Karitng PMC sedang membaca buku tidak dapat dipindahkan menjadi sedang kariting PMC membaca buku. Komponen frasa tidak dapt diselah unsure lain. Cirri yang keempat yaitu merupakan hasil modifikasi yang hulunya verba, contoh:
Nanti sore saya akan berangkat ke Waingapu
Ibu sedang berjalan di Anakalang
Sekarang kamu boleh pulang.
Anak –anak asyik bermain di halaman
Cirri yang kelima dapat di perluas FV= frasa verbal diisi kata verba.(Sigodani. Blogspot. Com/ 2008/11/pengetahuan sintaksis) artinya frasa dapat diperluas dengan diberi tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan. Dalam bahasa Indonesia perluasan frasa tampak sangat prodiktif . antara lain karena 1) untuk menyatakan konsep-konsep khusus atau sangat khusus , bisanya diterangkan secara leksikal, factor kedua , bahwa pengungkapan konsep kala , modalitas, aspek, jenis, jumlah, ingkar, dan pembatas , tidak dinyatakan dengan afiks seperti dalam bahasa fleksi.
Frasa verbal juga terdapat dalam kalimat negatif (negative sentence) yang mana kalimat negative adalah kalimat yang pada frasa verbal utamanya terdapat unsure negatif/ peingkaran.

3.2 JENIS-JENIS FRASA VERBAL PENGISI FUNGSI PREDIKAT DALAM KALIMAT TUNGGAL BAHASA INDONESIA.
Secara sintaksis satuan gramatikal dapat diketahui berkategori verba dan perilaku dalam satuan yang lebih besar, dalam sebuah kata dapat dapat dikatakan berkategori verba hanya dari peri lakunya dalam frasa , yakni dalam hal kemungkinannaya satuan itu didampingi partikel atau tidak dalam kontruksi kalimat.
Dari bentuknya dapat dibedakan menjadi.
Frasa Verbal Dasar Bebas
Yaitu kategori verba yang berupa morfem dasar bebas
Contoh: duduk, makan , mandi , minum, pergi, pulang, dan tidur. Dan distribusinya dalam kalimat yaitu: Benington boleh pergi ke Ende.
Okmarge sedang makan daging
Mozes dapat pulang

Frasa Verbal Turunan
Yaitu verba yang telah mengalami afiksasi, reduplisasi, gabungan proses, atau berupa gabunagan leksem. Sebagai bentuk turunan dapt kita jumpai pada contoh;
ajari , bernyanyi, bertaburan, bersentuhan, ditulis, bangun-bangun, ingat-ingat, marah-marah, pulang-pulang, bernyai-nyanyi, tersenyum-senyum.
Distribusi dalam kalimat seperti: Melati sedang bernyanyi di panggung. Buku sedang ditulis Ani. Bunga banyak bertaburan di Kububuran Tyo,

Dilihat dari subkategorisasi dapat di bedakan mejadi
Verba Transitif
Menurut Harimurti Kridalaksana dalam kamus linguistic, Verba trasitif adalah verba yang memiliki objek, misalnya memmbaca, membeli, memukul, dan sebagainya. Verba transitif mengacu pada kalimat transitif yaitu kalimat yang predikatnnya berupa verba transitif yaitu verba yang biasa diikuti oleh objek, kalimat transitif adalah kalimat verbal yang berajunagan wajib. Kalimat transitif ini merupakan kalimat yang sangat produktif . berdasarkan fungsi dan kategori atau kelas unsure-unsur pembentuknya. Kalimat dasar transitif ini dapat dijelaskan



Saya sedang menulis surat
Jesi banyak menguplkan uang
Man tidak Membeli buku
Mereka banyak makan buah delima

3.2.2.2 Verba intransitive
Menurut kridalaksana dalam kamus linguistic verba intransitive adalah mempergunakan objek, misalnya lari dating turun. Verba ini mengac pada kalimat intransitive yaitu kalimat yang predikatnya berupa verba intransitive yakni verba yang tidak membutuhkan objek klausa yang memakai verba ini hanya memakai satu nomina . dianatara verba intransitif terdapat sekelompok verba yang berpadu denagn nomina. misalnya alih bahasa, campur tangan , bersepeda, bersepatu, disamping itu, juga terdapat sekelompok verba yang tidak bisa bergabung dengan prefiks me,- ber-, tanpa mengubah makna dasarnya . dalam tata bahasa tradisional verba semacam itu di sebut kata ker ja aus.
Contoh kalimat intransitif : Mama bersepatu tua
Ika bernyanyi merdu
Umbu berenang

Verba Bitransitif
Verba bitransitif adalah verba yang memiliki du objek dan mengacu pada kalimat bitransitif . kalimat bitransitif yaitu kalimat yang predikatnya berupa verba transitif dan diikuti dua objek
Conhnya
Ibu menghadiahi ayah sapu tangan.
Doni membelikan Ratna cincin.
Dei memberikan wati bunga.
Verba Aktif
Verba aktif yaitu verba yang subjeknya berperan sebagi pelaku . verba ini biasanya berawalan me, br, atau tanpa prefik. Dan mngacu pada kaimat aktif yakni kalimat yang predikatnya kayta kerja aktif biasa ditandai dengan prefix me atau memper yang dipertentangkan dengan kalimat pasif. Yang ditandai dengan prefix di atau diper. Ada juga kalimat aktif anti pasif dan kalimat pasif anti aktifsehubungan dengan adanya sejumlah verba aktif yang tidak dapat dipasifkan dan verba pasif yang tidak dapat diaktifkan
Contoh. Ia mengapur dinding
Saya makan nasi Padang
Rakyat mencintai pemimpinya ynang jujur.
I apabila ditandai oleh sufiks I, maka verba bermakna lokatif atau repetitif.
Contoh.
Pak Tani menanami sawah
Adik meenyirami bunga
Orang yang kejam itu memukuli anjingnya
Paman menguliti kambing.
Verba Pasif
Yaitu verba yang subjeknya berperan sebagai penderita , sasaran, atau hasil. Verba demikian biasanya diawali dengan prefix di- yang berarti dapat di atau tidakdengan sengaja. Mengacu pada kalimat pasif.
Contoh:
Adik dipukul ayah
Buku itu terinjaak olehku
Bunga ditanam Malai
Dalam verba aktif dan pasif terdapat verba anti aktif dan anti pasif.
Contoh: kakinya terantuk batu (anti aktif)
Ia haus akan kasih sayang (anti pasif)
Verba Dinamis
Verba dinamis adalah verba yang terus bergerak dan berubah mengacu pada kalimat dinamis yaitu kalimat yang predikatnya berupa verba yang secara semantic menyatakan tindakan atau gerakan.
Verba Statis
Verba statis adalah verba yang tidak disertai kata bantu sedang mengacu pada kalimat statis yaitu kalimat yang predikatnya berupa verba yang secara semantis tidak menyatakan tindakan atu kegitan
Verba Resiprokal
Verba resiprokal adalah verba yang menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak dan perbuatan tersebut dilakukan dengan saling berbalasan. Kedua belah pihak terlibat dalam tindakan.
Contoh.berkelahi, berperang, berpegangan, bersentuhan.

Verba kopulatif
Verba koopulatif yaitu verba yang mempunyai potensi untuk ditanggalkan tanpa mengubah konstruksi predikatif yang bersangkutan contohnya adalah dan merupakan. Distribusi dalam kalimat berenang adalah pekerjaan yang menyengangkan.
Verba Ekuatif
verba ekulatif adalah verba yangb mengungkapkan cirri salah satu argumennya.
Contoh; menjadi, terdiri dari, berdasarkan, bertambah, berasaskan, berlandaskan.
Verba Telis dan Verba Atelis
Konsep telis dan atelis dibicarakan karena verba berprefiks dapatdipertentangkan dengan verba berprefiks –ber. Verba telis biasanya berprefiks me- dan verba atelis berprefiks ber-.
Contoh verba telis:
Pak tani menanam padi
Ia menukar pakaian itu
Kami mengubah pendapat kami tentang hal itu
Contoh verba atelis:
Pak tani bertanam padi
Ia bertukar pakaian
Kami berubah pendapat tentang hal itu

Verba konstatatif
Verba kontatatif adalah verba yang menyatakan atau mengandung gambaran tentang suatu peristiwa.
Contoh: memperbaiki, menulis.


IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan.
Berbicara tentang frasa verbal yaiu kita berbicara tentang suatu kontruksi hasil modifikasi yang hulunya verba. Jenis frasa berba yang dapat mengisi fungsi predikat yaitu.verba dasar bebas, verba turunan,verba transitif, verba intransitive, verba bitransitif, verba aktif, verba pasif, verba dinamis verba statis, verba resiprokal, verba kopulatif, verba ekuatif, verba telis dan atelis serta verba konstatatif.
4.2 Saran
Dengan makalah ini semoga mahasiswa bahasa sastra Indonesia dan daerah semakin mengerti tentang linguistik, dalam hal ini ilmu tentang sintaksis.

PEMOTONGAN HEWAN DAN BELIS DI SUMBA TENGAH DIBATASI ( suatu tinjauan ekonomi dan kebebasan)

PEMOTONGAN HEWAN DAN BELIS DI SUMBA TENGAH DIBATASI
( suatu tinjauan ekonomi dan kebebasan)


Sumba adalah suatu pulau yang berada di kepulauan Indonesia Timur, Nusa Tenggara Timur. Daerah ini merupakan suatu daerah penghasil ternak seperti kuda, kerbau, sapi, babi, kambing dan anjing.keadaan tersebut terjadi karena wilayah atau keaadaan geografis pulau Sumba yang memungkinkan berkembang biaknya ternak-ternak tersebut. Pulau Sumba sering dijuluki padang savanna, yakni padang rumput yang membentang dari dari satu titik ke titik yang satu, dan membentang luas. Di belahan timur padang rumput luas di bawah kaki bukit-bukit yang jauh., di bagian tengah dan bagian barat pun tidah kalah akan savanna yang menedukan jiwa. Yah Taufik Ismael tidak salah ketika dalam syairnya ia mengatakan “ rinduku pada Sumba adalah rindu padang –padang terbuka.rinduku pada sumba adalah rindu seribu ekor kuda yang terun menggemuruh di kaki bukit yang jauh” . tapi masih pantaskah kita berbangga akan syair tersebut. Seperti itukah Sumba saat ini.

Oleh karena keaadaan alam yang memunculkan adanya ternak liar dan ternak piaraan yang banyak, secara sadar dan tidak sadar turun temurun dan menjadi kebiasaan serta menjadi kebudayaan masyarakat Sumba. Ternak-ternak selain sebagai sarana yang membantu pekerja untuk bekerja di sawah dan ladang menjadi alat kebudayaan masyarakat Sumba ,dari upacara adat, pesta syukuran, pengembalian nama baik, peminangan , upacara kematian dan masih banyak lagi kegiatan masyarkan yang menggunakan ternak. Dalam acara-acara tersebut, yang mempunyai hubungan kekerabatan dari kampong lain harus dating dengan membawa ternak dengan memukul gong, babi di pikul seperti raja, kerbau diberi hiasan pada mukanya, diminyaki. Memang sunggu dasyat, setiap upacara dimulai harus dilakukan pemotongan hewandan jumlah itu tak sedikit.ketika seorang laki-laki ingin mempunyai pasangan hidup ia pun harus berjuang bersama keluarganya merelakan puluhan ternaknya bahkan mencapai ratusan. Dan dari pihak perempuan harus membalas dengan memberikan babi dan kain srung kepada pihak laki-laki.
Ketika seseorang meningal apalagi yang mempunyai status lebih, “ marimba” ia disemanyamkan selama seminggu bahkan ada yang lebihberapa bnyak heawan yang menjadi tumbal . dan tidak hanya terhenti saat itu ketika acara pemakaman pun di halaman rumah adapt tempat orang mati disemayamkan puluhan hewan harus dikorbankan untuk orang –orang yang juga dating membawa hewan. Ina adalah sebagai betuk penghormatan terakhir pada yang meninggal.
Yah keadaan ini masih terus berlanjut sampai saat ini, di saat kehidupan manusia semakin banyak, kebutuhan masyarakat semakin meningkat, biaya pendidikan, krisis melanda, saat ternak semakin berkurang kapaistasnya. Masyarakat masih bebas untuk melakukan adapt ini.nseringkali karena keaadaan memaksa karena bapa mantu meninggal tak pelak seorang berhutang hanya untuk “kedde”. Mengadaikan gaji di bank. Tapi ketika anak-anak membutukan pertolongan biaya, masih dipikir untuk menjual kerbau atau kuda, karena masih berpikir tentang harkat di mata masyarakat tentang ada tidaknya heawan. karena belis juga, seorang laki-laki kadang membuat ia depresi, dan ini, berkaitan dengan orang luar takut meminang perempuan Sumba.


Menyikapi hal ini bupati Sumba Tengah dan beberapa unsure masyarakat, kabag hukum , melihat peristiwa ini sebagi peristiwa yang memiskinkan dan membuat masyarakat tidak berkembang. Memang diakui untuk menghilangkan secarah utuh adapt tersebut sangat sulit karena mereka juga adalah masyarakat , tokoh adapt, bahkan yang dituakan di Soli oli miila peda oli djara. Sumba tengah sebagi kabupaten baru di pulau Sumba memaknai ini.
Melihat hal ini bupati Sumba Tengah Umbu Sapi Pateduk (Umbu Bintang) melalui panitia perkumpulan tua-tua adat dan etnis Sumba Tengah mengadakan musyawarah pada tanggal 4 februari 2010 dan membahas PERDA NO 2 tahun 2009 dihadiri oleh beberapa elemen penting termasuk prof Frans Umbu Data rektor Universitas Nusa Cendana Kupang sebagai tokoh pendidikan, dalam PERDA NO 2 tahun 2009 membahas tentang pemotongan hewan dan belis orang sumba dalam perda ini ditetapkan pemotongan hewan pada acara terakhir maksimal 3 ekor besar dan kecil. Dan belis maksimal dua puluh ekor. Artinya boleh kurang dari 3 ekor dan 20 ekor dan tidak boleh lebih. Dan siapa yang melanggar akan di kenai sanksi dan denda. Asudah dilaksanakan selama bulan Februari, Maret dan akan di tetapkan selama-lamanya.
Saya sebagai mahasiswa melihat hal ini benar adanya dan sya sangat setuju bila perlu cukup satu ekor dan belis cukup lima ekor. Walaupun secara sistematik masih banyak yang tidak setuju.
Dengan adanya PERDA NO 2 tahun 2009 ini mungkin kebebasan masyakat akan keinginan nya dipacung oleh aturan yang berbelit, tapi sya lebih berpendapat bahwa dengan perda ini manusia merasa tidak dibebani oleh kebebasan yang memiskinkan. Sudah saatnya kita berpikiran ke depan , karena hidup kita tidak hanya berusan dengan adapt. Adapt hanya salah satu unsure yang menyatakan keberadaan kita di dunia. Saya yakin jika PERDA NO 2 tahun 2009 ini dilaksankan dengan baik, kehidupan masyarkan akan berubah, mungkin tidak seutuhnya, tapi pelan pelan kita aakan berpikir tentang kesuksesan demi tana tuwu watu lihi.
Semoga PERDA NO 2 tahun 2009 ini jadi kebudayaan kita hari ini dan selanjutnya. Biarlah tanah sumba mekar dengan kuda yang turun menggemuruh di kaki bukit yang jauh. Aku ingin ringkikan itu teru di saksiakan secara nyata oleh anak cucu kita. Tidak hanya menjadi cerita.
TORINE RAMBU BABA AMA _ PUTRI ANAKALANG

PANDANGAN KEBEBASAN CHAIRIL ANWAR DALAM PUISI AKU

PANDANGAN KEBEBASAN CHAIRIL ANWAR DALAM PUISI AKU

Chairil Anwar dipandang sebagai pelopor dalam lapangan puisi . karena puisi –puisi yang diciptakannnya menuju pada kebebasan diri dan ekspresionalis. Dialah yang membawa perubahan radikal dalam puisi Indonesia sesudah perang. Hal ini dapat kita lihat dalam karya-karyanya . konsepsi Chairil Anwar yakni tiap individu harus dapat menyelesaikan masalahnya sendiri-sendiri, tidak mengharapkan pertolongan orang lain. Letusaan jiwa Chairil Anwar yakni suara jiwa yang penuh semangat. Chairil Anwar bebas mengungkapkan kenyataan secara subjektif artinya yang diekspresikannya adalah gelora kalbunya atau dengan kata lain kehendak batinya.
Chairil Anwar mengekspresikan jiwanya juga tidak berlebih-lebihan yang cenderung bersifat emosional, tapi apa adanya. Luapan perasaan Chairil Anwar yang menyatakan kebebasan dapat kita lihat dalam karyanya yang berjudul Aku.
Aku

Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ’kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku ingin hidup seribu tahun lagi
Dalam puisi tersebut merupakan ekspresi jiwa penyair yang menginginkan kebebasan dari semua ikatan. Dalam karya ini penyair( Chairil Anwar) tidak mau meniru atau menyatakan keaadaan alam tapi mengungkapkan sikab jiwanya yang ingin berkreasi. Jika sampai waktunya ia tidak mau terikat oleh siapa saja, apapun yang terjadi. Ia ingin bebas , sebebas-bebasnya sebagai aku. Bahkan jika ia terluka, ia akan membawa lari sehingga peri itu lenyap. Bahkan dengan luka itu pun ia akan lebih jalang , lebih dinamis, lebih vital, lebih bergairah hidup. Dan Chairil Anwar ingin hidup seribu tahun lagi. Inilah sikab Chairil Anwar yang menyatakan ekspresi jiwa yang lahir dan ia ingin menyatakan pandangannya tentang duniany yang bebas.
Dalam puisi aku ini kemntapan pikiran Chairil Anwar dan semangat yang menggebu-gebu ditandai pada pilihan kata yang menunjukkan ketegasan seperti “ku mau, tak perlu sedu sedan itu, aku tetap meradang, aku akan tetap meradang, aku lebih tak peduli, dan aku mau hidup seribu tahun lagi”. Pernyataan diri sebagai binatang jalang adalah kejujuran yang besar, berani melihat diri sendiri dari segi buruknya. Efeknya membuat orang tidak sombong terhadap kehebatan ini sendiri sebab selain orang lain orang mempunyai kehebatan juga ada cacatnya, ada segi jelek dalam dirinya.
Kiasan –kiasan yang dilontarkan Chairil Anwar dalam puisinya menunjukkan bahwa dalam dirinya mencoba membandingkan bahasa yang digunakan yang bertujuan mencetukan langsung dari jiwa. Cetusan puisi itu bersifat mendara daging . dengan kiasan –kiasan itu gambaran menjadi konkrit , berupa citra-citra yang dapat diindra,gambaran menjadi nyata seolah dapat dilihat, didengar , diraba, dirasakan sakitnya. Di samping itu kiasan-kiasan tersebut menyebabkan kepadatan sajak. Untuk menyatakan semangat yang menyala-nyala, untuk merasakan hidup yang sebanyak-banyaknya.” Aku mau hidup seribu tahun lagi. Jadi disini kelihatan gambaran bahwa si aku penuh vitalitas mau mereguk hidup ini selama –lamanya. Chairil Anwar dalam puisi aku adalah gambaran semangat hidup bebas sdan menggebu-gebu.


TORINE RAMBU BABA AMA (TRBA _CA)

Kamis, 04 Maret 2010

IMPIAN DI AMBANG PEMILU KADA

Sejak akhir tahun 2009 hingga sekarang, telah terlihat berbagai aktivitas sebagai tapakan-tapakan dini menuju Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) di delapan kabupaten di NTT--Timor Tengah Utara, Sabu Raijua, Sumba Timur, Sumba Barat, Manggarai, Manggarai Barat, Ngada dan Flores Timur yang akan berlangsung dalam tahun 2010. Aktivitas-aktivitas tersebut seperti seleksi calon bupati dan calon wakil bupati di berbagai partai, koalisi partai, pernyataan-pernyataan politik dari beberapa kandidat, persiapan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), pembentukan panitia-panitia penyelenggara dan pengawas Pemilukada serta kesibukan-kesibukan lainnya.
Berbagai kesibukan menuju beberapa Pemilukada seperti yang telah dicontohkan di atas terjadi atas dorongan berbagai kekuatan. Salah satu kekuatan tersebut adalah impian. Impian merupakan keinginan atau dambaan dalam diri tiap individu atau kelompok untuk meraih sesuatu di waktu yang akan datang. Impian ini menjadi sebuah motor penggerak dan pengarah tindakan atau perilaku tiap individu menuju tujuan.
Ketika berada dalam suasana Pemilukada, masyarakat, simpatisan, tim sukses, pengurus Parpol, politisi, penyelenggara dan pengawas Pemilukada serta pemerintah tentu memiliki selaksa impian yang akan dicapai dalam Pemilukada di tiap kabupaten. Apa impian tersebut? Pantaskah impian itu atau tidak? Jika belum memiliki sebuah impian, tetapkanlah sebuah impian mulai saat ini. Sangat disayangkan jika dalam momentum ini kita tidak memiliki impian apa-apa.
Sebagai masyarakat NTT, khususnya yang berada di daerah-daerah Pemilukada tentu mengimpikan pemimpin yang bisa membawa perubahan dan kesejahteraan. Simpatisan partai dan kandidat tertentu pasti mengimpikan kemenangan partai dan jagonya. Begitu pula dengan tim sukses dan pengurus Parpol tiap kubu tentu mengimpikan kemenangan dalam Pemilukada di pihaknya. Politisi yang bertarung dalam Pemilukada juga pasti mengimpikan sebuah kemenangan. Selain kemenangan, para politisi tersebut juga pasti telah merumuskan impian-impiannya dalam visi dan misi yang pro rakyat dan pro pembangunan. Sementara itu, pemerintah, terutama penyelenggara dan pengawas Pemilukada pasti mengimpikan terlaksananya pesta demokrasi yang berlangsung dengan lancar dan demokrastis. Impian-impian tersebut merupakan salah satu dari sekian banyak impian kita dan akan turut menentukan kedemokratisan kita dalam Pemilukada ini.
Jika impian kita seperti itu, tidaklah bermasalah namun jika impian kita sudah terinfeksi dengan segala kebusukan, keserakahan dan ketidakdemokratisan, itu tentu mendatangkan sejuta masalah. Dalam penyelenggaraan berbagai pesta demokrasi di tanah air, terdapat masyarakat yang kecewa dengan pemimpin yang terpilih karena tidak memberikan rumah gratis, sekolah gratis, pelayanan kesehatan gratis, dan kegratisan lainnya. Hal ini karena yang diimpikan masyarakat tersebut dari sebuah pesta demokrasi adalah terpilihnya pemimpin yang dapat memberikan kehidupan yang serba gratis dan instant. Selain itu, terjadi konflik fisik antar kubu politik, kampanye hitam, perdagangan suara, manipulasi data pemilih dan kertas suara. Peristiwa-peristiwa ini mengindikasikan bahwa yang diimpikan oleh simpatisan, tim sukses, pengurus parpol dan politisi bersangkutan adalah uang, jabatan, kekuasaan dan keruntuhan lawan politik.
Di ambang Pemilukada, sebagai keluarga Flobamora khususnya masyarakat pemilih dan simpatisan yang berada di daerah Pemilukada, marilah kita mengimpikan terlaksananya Pemilukada dengan demokratis sebab pemimpin yang lahir dari proses yang demokratis adalah pemimpin yang mampu mewujudkan impian kita tentang kehidupan yang sejahtera. Dengan kekuatan impian seperti itu, setiap provokasi anarkis atau pembelian suara dapat ditangkis. Sebagai pengurus Parpol, janganlah mengimpikan kekuasaan belaka di pemerintaan atau mengimpikan kekalahan partai lain. Pengurus Parpol sebagai penggerak Parpol hendaknya memegang teguh tujuan berdirinya sebuah Parpol yakni mewujudkan cita-cita nasional, mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam NKRI, mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia serta memperjuangkan cita-citanya dalam keihidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (pasal 6 UU Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik). Tujuan mulia tersebut hendaknya menjadi impian tiap pengurus Parpol sehingga tujuan tersebut dapat diraih. Di pihak lain, politisi yang menjadi kompetitor dalam Pemilukada tentu sudah memiliki impian yang selalu tertuang dalam visi dan misi. Ketika memiliki impian, jangan hanya impian yang romantis, fantastis dan bombastis namun impian itu harus realistis. Impian seorang seorang calon pemimpin hendaknya hadir atas akumulasi impian masyarakat dari semua lapisan sosial. Sangat dikuatirkan jika impian seorang calon pemimpin adalah harta, jabatan, dan kesejahteraan pribadi golongan melulu.
Sekarang Pemilukada sudah dekat, apabila kita yang belum memiliki impian, mulailah mengimpikan sesuatu. Ketika sudah memiliki sebuah impian, renungkanlah impian itu. Pantaskah impian tersebut? Masuk akalkah impian tersebut? Dalam kebersamaan sebagai keluarga Flobamora, impikanlah Pemilukada yang demokratis dan mulailah mewujudkannya dalam perkara-perkara yang sederhana.
Kerja keras adalah tiket yang memberikan ijin kepada kita untuk berdiri dalam antrian menuju impian-impian kita. Jangan bernegosiasi dengan impian Anda. Bernegosiasilah dengan apa yang harus Anda lakukan untuk mencapainya (Mario Teguh).

Dikutip dari http://imlopis.blogspot.com/search/label/OPINI